Rubikon.
Pada tahun 49 SM, Julius Caesar memimpin pasukannya melintasi Sungai Rubiconsebuah peristiwa yang menandai dimulainya perang saudara di Republik Romawi. Tindakan penting ini tidak hanya merupakan titik penting dalam sejarah Romawi tetapi juga memunculkan ungkapan abadi, “melintasi Rubicon,” yang melambangkan pengambilan keputusan yang tidak dapat diubah.
Rubicon adalah a sungai kecil di Italia utara, yang berfungsi sebagai batas antara provinsi Romawi Cisalpine Gaul, yang diperintah Kaisar, dan Italia sebenarnya, yang dikendalikan langsung oleh Senat. Hukum Romawi dengan tegas melarang jenderal mana pun untuk membawa pasukan ke Italia, karena hal itu dianggap sebagai tantangan langsung terhadap otoritas Senat dan pelanggaran terhadap hukum Republik.
Namun, keputusan Caesar untuk menyeberangi Rubicon didorong oleh kombinasi motivasi politik dan pribadi. Senat, yang dipengaruhi oleh saingan Caesar, Pompey, dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya, telah memerintahkan dia untuk membubarkan pasukannya dan kembali ke Roma sebagai warga negara. Caesar, karena takut akan tuntutan dan hilangnya pengaruh politiknya, menentang perintah Senat. Dengan melintasi Rubicon dengan Legiun ke-13, Caesar secara efektif menyatakan perang terhadap Senat dan Pompey, memicu konflik sipil yang pada akhirnya menyebabkan jatuhnya Republik Romawi dan bangkitnya Kekaisaran Romawi.
Menurut catatan sejarah, Caesar konon mengucapkan kalimat tersebut “alea iakta itu” (“dadu sudah dilemparkan”) saat dia melintasi Rubicon, menyadari sepenuhnya konsekuensi besar dari tindakannya. Langkah berani ini mengokohkannya tempat dalam sejarah sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di Roma.